Kamis, 26 April 2012

peranan bahasa arab dalam kajian islam

makalah

peranan bahasa arab dalam kajian islam
dan apresiasi pendidikan islam
terhadapnya

Dipresentasikan dalam seminar kelas
Pada mata kulia Kapita Selekta Pendidkan Islam
Disusun oleh:
Takdir Alisyahbana
Dosen Pengampu: DR.H.Hery Noer Ali, MA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
STAIN BENGKULU
TAHUN 2012



[Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document. Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document.]



PERANAN BAHASA ARAB DALAM KAJIAN ISLAM
DAN APRESIASI PENDIDIKAN ISLAM
  1. PENDAHULUAN
       Sejak awal penciptaan manusia, Allah SWT telah menggambarkan betapa peran penting bahasa bagi kehidupan ini. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30, 31, 32, 33, dan 34
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ (#qä9$s% y7oY»ysö6ß Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ tA$s% ãPyŠ$t«¯»tƒ Nßg÷¥Î;/Rr& öNÎhͬ!$oÿôœr'Î/ ( !$£Jn=sù Nèdr't6/Rr& öNÎhͬ!$oÿôœr'Î/ tA$s% öNs9r& @è%r& öNä3©9 þÎoTÎ) ãNn=ôãr& |=øxî ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ãNn=÷ær&ur $tB tbrßö7è? $tBur öNçFYä. tbqãKçFõ3s? ÇÌÌÈ øŒÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyŠKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§ŠÎ=ö/Î) 4n1r& uŽy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB šúï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ
30.  Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
31.  Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
32.  Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]."
33.  Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
34.  Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.[1]
Menunjukkan bahwa secara filosofis bahasa adalah alat komunikasi terpenting baik antara Tuhan dengan makhlukNya, makhluk denga Kholik, maupun  antara manusia dengan sesamanya. Dalam kontek ini Allah menciptakan beragam bahasa untuk umat manusia, Q.S Arrum (30):22.
    ô`ÏBur ¾ÏmÏG»tƒ#uä ß,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ß#»n=ÏG÷z$#ur öNà6ÏGoYÅ¡ø9r& ö/ä3ÏRºuqø9r&ur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy tûüÏJÎ=»yèù=Ïj9 ÇËËÈ
22.  Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui.[2]
      Bahasa umat manusia yang diciptakan Allah, adalah bahasa lisan  (linguistik), menurut Zulkarnain dikarenakan semua orang di dunia sebelum bisa menulis sudah bisa berbicara, walaupun masih buta huruf dan terbelakang, misalnya suku Kubu, Mentawai, Badui dan lain-lainnya. Hal ini berarti bahasa lisan merupakan gambaran yang paling sempurna, karena pada bahasa tersebut terdapat mimic, tekanan, jungture, prosadi dan lain-lainnya.[3]  Bahasa lisan memang sangat perperan dalam intraksi keseharian umat manusia, namun dia tidak dapat memberikan peran besarnya itu tanpa bahasa tulisan. Kitab suci, hadits, fiqih, aqidah, filsafat dan lain-lainnya tidak akan sampai kepada kita secara utuh kalau tidak ada bahasa tulisan.
       Dari sekian banyak bahasa di dunia, yang dipakai secara luas  dalam bahasa lisan, tulisan, ilmu pengetahuan dan teknologi, di antaranya bahasa Inggeris, Jerman, Sepanyol, Cina, Arab dan sebagainya. Bahasa Arab adalah bahasa Istimewa, Allah SWT berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab lewat al-Quran,  Q.S. Yusuf (12): 2
  !$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wŠÎ/ttã öNä3¯=yè©9 šcqè=É)÷ès? ÇËÈ   
2.  Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.[4]
       Al-qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, karena bahasa Arab adalah bahasa yang fasih, jelas, luas dan maknanya sangat mengena untuk jiwa manusia serta istimewa karena Allah menurunkan wahyuNya dengan bahasa Arab.[5] Allah AWT bukan tidak tahu bahwa manusia mempunyai ribuan jenis bahasa, namun Ia menetapkan bahwa hanya ada satu bahasa yang digunakannya untuk memberi petunjuk untuk umat manusia, yaitu bahasa Arab.[6]
       Sekarang bahasa Arab merupakan salah satu bahasa mayor di dunia yang dituturkan oleh lebih dari 200.000 umat manusia. Bahasa ini digunakan secara resmi oleh kurang lebih 20 negara.[7]  Di Afrika, bahasa Arab ini dituturkan dan menjadi bahasa pertama di Negara Mauritania, Maroko, Al-jazair, Libya, Mesir dan Sudan. Di semenanjung Arab, bahasa ini merupakan bahasa resmi  di Oman, Yaman, Bahrain, Kuwait, Saudi Arabia, Qotar, emirat Arab, jauh ke utara, Jordan Irak, Syria, Lebanon dan Palestina.[8] Dan karena ia bahasa kitab suci dan tuntunan agama umat Islam sedunia, maka tentu saja ia merupakan  bahasa yang paling besar signifikansinya bagi milyaran muslim sedunia, baik yang berkebangsaan Arab maupun bukan Arab.[9]
       Bahasa Arab selain sebagai bahasa lisan, ia juga bahasa tulisan. Bahasa tulisan inilah yang telah membangun tradisi ilmiah di kalangan umat islam. Secara historis dapat dibuktikan melalui karya-karya fenomental ulama-ulama di berbagai bidang; di bidang tafsir dikenal karya tulis hasil kajian ulama semacam Abdullah Ibnu  Abbas kitabnya Tafsir Ibnu Abbas, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabarani ( w, 310 H) karyanya tafsir Jami’at al-Bayan fi tafsir al-qur’an, Abu al-Qosim Muhammad bin Umar al-Zamakhsari tafsirnya al-kasysyaf, Rasyid ridho  tafsirnya al- Manar, Thanthawi Jauhari tafsirnya tafsir Jawahir,[10] dan banyak lagi yang lain-lain, semuanya tertulis dalam bahasa Arab. Demikian juga dalam bidang hadits,al-Jami’ al-shahih karya imam Bukhari( 194-252 H),al-Jami’ al-Shahih karya imam Muslim(204-261 H), al-Sunan Abu Daud karya Abu Daud (202-275 H),al- Sunan Ibnu majah  karya Ibnu majah[11]dan di bidang ilmu-ilmu keislaman yang lainnya, tertulis dalam bahasa Arab.
       Karena sumber-sumber asli ajaran Islam dan ilmu-ilmu keislaman adalah bahasa Arab, maka sangatlah penting bagi umat islam terutama kalangan ilmuannya untuk mempelajari dan memahami serta menguasai bahasa Arab. Jika tidak sulit bagi kita untuk mengkaji Islam dari sumber aslinya yang berasal dari bahasa Arab. Oleh karena mengkaji peran bahasa dalam kajian Islam dan apresiasi pendidikan islam terhadapnya, sungguh menarik dan penting, disebabkan : pertama: bahwa sumber asli ajaran islam al-qur’an dan assunnah ditulis dalam bahsa Arab, kedua; kitab-kitab  karya ulama-ulama besar yang mempengaruhi alur pemikiran umat Islam terutama di bidang tafsir, hadits,fiqih, aqidah, tasawuf ditulis dalam bahasa Arab. Ketiga kajian ilmu keislaman akan semakin berbobot jika mengambil rujukan dari bahasa Arab, keempat realitas kekinian di kalangan sarjana muslim, terutama Indonesia semakin menipis mengkaji ilmu keislaman yang berbasis bahasa Arab.
       Peranan bahasa Arab yang begitu luas terhadap kajian keislaman dan apresiasi pendidikan Islam terhadapnya cakupannya juga sangat luas, oleh karenanya, penulis membatasi permasalahannya dalam hal-hal sebagai berikut:
1).  Peranan bahasa Arab terhadap kajian Islam sepanjang sejarah Islam.
2).  Apresiasi pendidikan Islam terhadap peranan bahasa Arab, yang terfokus pada penyelenggaraan pembelajaran bahasa Arab dan penggunaan kitab-kitab berbahasa Arab oleh lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang termuat dalam kegiatan pendidikan formal dan non formal.

  1. Sekilas sejarah Bahasa Arab.
       Bahasa Arab sebelum datang Islam merupakan bahasa semetik yang muncul dari daerah yang sekarang dikenal Arab Saudi. Bahasa Arab berkerabat dengan bahasa Ibrani dan bahasa Aram yang berasal dari keluarga bahasa Semitik. Dan dari segi penutur jumlah penutur, bahasa Arab memiliki jumlah penutur terbesar dari keluarga bahasa Semitik. Yang dituturkan lebih dari 200.000 umat manusia dan dijadikan bahasa resmi oleh kurang lebih 20 negara.[12]
       Secara historis bahasa arab telah melalui periodesasi perkembangannya dari bahasa lokal menjadi bahasa internasional, dari bahasa komunikasi menjadi bahasa ilmu pengetahuan, tentu perkembangan bahasa Arab menjadi seperti sekarang ini tidak lah mulus, ia telah melalui berbagai pasang surut dari bahasa Arab Fusha berkembang menjadi bahasa komunikasi antar bangsa, politik, ilmu pengetatahuan dan agama. Sebagai yang dijelaskan dalam   periodeisasi perkembangan bahsa Arab sebagai berikut:[13]
1.Periode Jahiliyah; priode ini muncul nilai-nilai satandarisasi pembentukan bahasa Arab Fusha, dengan adanya kegiatan penting yang telah menjadi tradisi masyarakat mekah. Kegiatan tersebut berupa festival syair-syair Arab yang di adakan di pasar Ukaz, Majanah, Zul Majah. Yang akhirnya mendorong tersiarnya dan meluasnya bahasa Arab. Dari tradisi ini akhirnya terbentuklah standarisasi bahasa Arab Fusha dan kesusasteraan.
2. periode permulaan Islam; turun al-Qur’an membawa kosa kata baru dengan jumlah yang sangat luar biasa banyaknya, menjadikan bahasa Arab sebagai suatu bahasa yang telah sempurna baik dalam mafradat, makna, gramatikal dan ilmu-ilmu lainnya. Adanya perluasan wiayah-wilayah kekuasaan Islam sampai berdirinya daulah Umayah. Setelah berkembang kekuasaan Islam, maka orang-orang Islam Arab pindah ke negeri baru, sampai pada pemerintahannya khula arrasyidin. 
3. Periode Bani Umayah  : Di lanjutkan  Pada periode ini telah terjadi percampuran orang-orang Arab dengan penduduk asli, akibat perluasan kekuasaan islam. Adanya upaya orang Arab untuk menyebarkan bahasa Arab ke wilayah melalui akspansi yang beradab. Melakukan Arabisasi dalam berbagai kehidupan, sehingga penduduk asli mempelajari bahasa Arab sebagai   bahasa Agama dan bahasa pergaulan dalam intraksi bermasyarakat.
4. Periode Bani Abasiyah: para penguasa daulah Abasiyah berkeyakinan bahwa kejayaan dan stabilitas pemerintahannya akan dapat bertahan, jika tetap bersandar kepada kemajuan agama Islam dan bahasa arab. Kemajuan agama Islam dipertahankan dengan cara melaksanakan kegiatan pembedahan al-Qur’an terhadap cabang-cabang disiplin ilmu pengetahuan agama dan lainnya. Bahasa Arab Badwi yang bersifat alamiah ini tetap dipertahankan dan dipandang sebagai bahasa yang bermutu tinggi dan murni yang harus dikuasai oleh putra putrid bani Abasiayah. Pada abad ke empat Hijrah bahasa Arab Fusha sudah menjadi bahasa tulisan untuk keperluan administrasi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan bahasa Arab mulai dipelajari melalui buku-buku sehingga bahasa Arab Fusha berkembang dan meluas keseluruh negeri kekuasaan daulah Abasiayah.
5. periode stagnan : sesudah abad ke 5 H, bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa politik, administrasi pemerintahan, tetapi hanya diposisikan sebagai bahasa Agama. Kondisi ini terjadi disebabkan terpecahnya kekuatan Arab dalam sektor kekuasaan pemerintahan dan politik. Muncul kekuatan penguasa non Arab, seperti Bani Saljuk yang mendeklerasikan bahasa Persia sebagai bahasa resmi Negara Islam bagian Timur. Sementara Turki Usmani yang menguasasi dunia Arab bagian Barat mendeklerasikan bahasa Turki sebagai bahasa administrasi pemerintahan.  Sejak saat itu sampai abad ke 7 H bahasa Arab semakin terdesak penggunaannya terutama dalam administrasi pemerintahan dan politik.
6. periode kebangkitan kembali: bahasa Arab bangkit kembali yang dilandasi upaya-upaya pengembangan dari kaum intelektual Mesir, yang mendapat pengaruh dari intelektual Eropa yang datang bersama dengan penyerbuan Napoleon ke Mesir.
       Periodeisasi perkembangan dan penyebaran  bahasa Arab di atas hanya menerangkan perkembangan dan penyebaran Islam di sekitar daerah Timur Tengah dan Afrika Utara, tidak sedikitpun menyinggung masalah penyebarannya ke Asia Tenggara maupun Indonesia. oleh karenanya banyak orang memprediksikan bahasa Arab masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama islam, di antaranya Nasri Syukur yang menyatakan Bahasa Arab masuk ke Nusantara bersama-sama dengan masuknya agama Islam ke Nusantara. Yang diduga sekitar abad ke 7 atau 8 M. ini jika menhacu pada hasil Muktamar sejarah masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963.[14] 
       Hadi sebagai dikutip Nazri Syukur mengungkapkan sebuah teori, bahwa bahasa Arab masuk ke Nusantara melalui para pedagangArab dan Persi. Ini berarti keberadaan  bahasa Arab di Indonesia telah menncapai 12 abad, dalam rentang waktu yang panjang itu, bahasa Arab telah mengalami pasang surut sesuai dengan hukum sejarah. Pada masa lalu bahasa Arab begitu penting dalam ekspresi budaya suku-suku bangsa Indonesia, bahkan huruf arab sempat menjadi primadona sampai menjelang perang dunia ke 1.[15]  
       Bahasa Arab di Nusantara mengalami kemerosotan tajam ketika Belanda menjajah Indonesia. huruf Arab yang telah banyak digunakan oleh orang-orang Insonesia, diganti dengan oleh pemerintah colonial Belanda dengan huruf latin. Usaha penghilangan pengaruh bahasa Arab dilakukannya secara sistematis, dengan mendirikan sekolah-sekolah seperti di Batavia, Pantai Utara, Makassar, Timor, Sumatera Barat, Cirebon dan banten. Kolonial Spanyol mendirikan sekolah Semianari di Solor Maluku dan Portugis mendiri sekolah yang lebih tinggi di Goa.[16]
       Tentu akibat dari perlakuan kolonial Belanda, Spanyol dan Portugis tersebut di atas, telah berakibat buruk bagi peran bahasa Arab di Indonesia, bahasa Arab semakin termarginalkan dalam pergaulan masyarakat Indonesia, yang akhirnya terkerangkeng dalam pesantren-pesantren. Nasri Syukur menjelaskan bahwa pemerintah kolonial berperan penting dalam kemunduran pengaruh bahasa Arab di Indonesia, yang hanya dipelajari di pondok-pondok pesantren secara eksklusif, dalam artian tidak dipelajari secara utuh sebagai alat komunikasi, melainkan bahwa bahasa Arab hanya layak dipelajari oleh “kaum sarungan” di pesantren dan tidak layak dipelajari oleh kaum priyayi di sekolah.[17]
       Sejarah perkembangan bahasa Arab di Indonesia tidak banyak mengalami perubahan yang segnifikan, walaupun pesantren mulai tahun 1930 telah bersinggungan dengan modernisasi, namun berjalan sangat lamban. Upaya-upaya pembaharuan pembelajaran bahasa secara Arab intensif, melalui program pendidikan menurut Marwan Saridjo adalah pondok modern Gontor, yang menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam pelajaran agama, bahasa komunikasi dikalangan santri dan dalam latihan pidato atau ceramah.[18]
       Secara historis upaya untuk mengembangkan bahasa Arab yang cukup signifikasi, dilakukan oleh Depertemen Agama melalui IAIN terkemuka yang melahirkan lembaga-lembaga Bahasa di IAIN dengan pendekatan sistem aural-oral dalam pembelajaran bahasa Arab, baik untuk Perguruan Tinggi maupun Madrasah.[19]

  1. Peranan Bahasa Arab dalam kajian Islam.
       Bahasa Arab resmi menjadi bahasa wahyu, sejak ayat pertama sampai kelima  surat ‘Alaq diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dan berlanjut secara berkala wahyu itu turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. menurut Azhar Arsyad sejak pengamat baik baik Barat maupun orang muslim Arab menganggapnya sebagai bahasa yang memiliki standar tinggi dan keelokan linguistik yang tertinggi, yang tiada taranya. Hal itu tentu saja, berdampak pada munculnya superioritas sastra dan filsafat bahkan pada saint seperti ilmu matematika, kedokteran, ilmu bumi dan tata bahasa Arab sendiri pada masa kejayaan Islam setelahnya.[20]
       Setelah Bahasa Arab dijadikan Allah SWT sebagai bahasa al-Qur’an (Q.S. Yusuf (12):2 “Sesungguhnya Kami menurunkan al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.[21]  Maka terjadi perkembangan yang luar biasa pada bahasa  ini, sehingga memunculkan berbagai peranan  penting dalam intraksi kehidupan umat manusia, peranan-peranan tersebut dapat diklasifikasi sebagai berikut;
Pertama: bahasa Arab berperan sebagai bahasa wahyu, sehingga menjadi bahasa yang istimewa. Indikasinya Allah berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab melalui al-qur’an. Q.S. Yusuf (12):2;
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wŠÎ/ttã öNä3¯=yè©9 šcqè=É)÷ès? ÇËÈ
2.  Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.[22]
y7Ï9ºxx.ur çm»oYø9tRr& $¸Jõ3ãm $wŠÎ/{tã 4 ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& $tBy÷èt/ x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$# $tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB <cÍ<ur Ÿwur 5X#ur ÇÌÐÈ
37.  Dan Demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan  dalam bahasa Arab dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah  datang pengetahuan kepadamu, Maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.[23]
$yJ¯RÎ*sù çm»tR÷Žœ£o y7ÏR$|¡Î=Î/ öNßg¯=yès9 tbr㍞2xtFtƒ ÇÎÑÈ
58.  Sesungguhnya kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran.[24]
       Bahasa Arab sebagai bahasa yang dipakai Allah SWT, berkomunikasi pada hambanya, tentu mengandung berbagai nilai. Yang menurut Nurcholis Madjid hakikat nilai itu adalah keuniversalan bahasa Arab, maka tentunya ia tidak dibatasi atau diubah (dalam artian bertambah atau berkurang) oleh penggunaan suatu bahasa. Maka dari itu penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa al-Quran pun sesungguhnya lebih banyak menyangkut masalah teknis penyampaian pesan dari pada nilai. Penggunaan bahasa Arab untuk al-Quran adalah wujud khusus dari ketentuan umum bahwa Allah tidak akan mengutus seorang Rasul  kecuali dengan bahasa kaumnya. Dalam hal ini Nabi Muhammad saw, kaumnya itu ialah masyarakat Arab dan  sekitarnya, sehingga bahasa al-Quran pun sesungguhnya adalah  bahasa Arab dialek penduduk Makkah yaitu dialek Quraisy.[25]selanjutnya dikatakannya penggunaan bahasa Arab untuk al-Quran terkait dengan konsep dan pandangan bahwa al-Quran adalah sebuah mukjizat yang tak bakal dapat ditiru oleh manusia.[26]
       Kehebatan bahasa Arab sebagai mukjizat adalah keunikan dan kekhasannya dalam ekspresi puitisnya yang luar biasa, yang tak tertandingi oleh syair-syair Arab. Di bagian lain Nurcholis Madjid mengungkapkan ekspresi puitis bahasa Arab dalam al-Quran tidak akan mungkin terjadi kalau bukan kemukjizatannya, yang menggunakan medium bahasa Arab tertinggi. Ekspresi puitis yang khas dan unik, mengandung kekuatan metafisis yang aneh pada para pendengannya itu.[27] Sebagai contoh al-Quran surat al-Adiyat(100)
ÏM»tƒÏ»yèø9$#ur $\Û÷6|Ê ÇÊÈ ÏM»tƒÍqßJø9$$sù %Znôs% ÇËÈ ÏNºuŽÉóèRùQ$$sù $\Û÷6ß¹ ÇÌÈ tbörOr'sù ¾ÏmÎ/ $\èø)tR ÇÍÈ z`ôÜyuqsù ¾ÏmÎ/ $ºèøHsd ÇÎÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# ¾ÏmÎn/tÏ9 ׊qãZs3s9 ÇÏÈ ¼çm¯RÎ)ur 4n?tã y7Ï9ºsŒ ÓÍkys9 ÇÐÈ ¼çm¯RÎ)ur Éb=ßsÏ9 ÎŽösƒø:$# îƒÏt±s9 ÇÑÈ * Ÿxsùr& ãNn=÷ètƒ #sŒÎ) uŽÏY÷èç/ $tB Îû Íqç7à)ø9$# ÇÒÈ Ÿ@Å_Áãmur $tB Îû ÍrߐÁ9$# ÇÊÉÈ
       Kekhasan dan keunikan bahasa Arab dalam al-Quran dengan sendirinya akan hilang, jika bahasa mediumnya dipindahkan dari bahasa Arab ke bahasa manapun selainnya.
Kedua; Peranan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi umat manusia kepada Allah SWT. Dalam agama Islam terdapat ibadah-ibadah tertentu yaitu Sholat, Zikir dan doa dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab. Sholat sebagai medium manusia berkomunikasi langsung dengan Allah, seluruh bacaan-bacaannya memakai bahasa Arab. mulai dari takbiratul ihram hingga salam. Demikian pula dalam berzikir dan berdoa,
Ketiga Peran bahasa Arab internasional; Ibrahim Anis dalam bukunya al-Lughah bayna al-Qaumiyyah wa al-Alamiyyah sebagai yang dikutip Azhar Arsyad, menjelaskan bahasa-bahasa yang pernah menjadi bahasa internasional dalam sejarah adalah bahasa Akadiyah, Aramiyyah(Aramic), Yunani, Latin dan bahasa Arab. sampai sekarang ini, bahasa Arab tetap bertahan keinternasionalannya, sejajar dengan kedua bahasa internasinal modern yakni bahasa Inggeris dan Perancis. Yang jelas, angka 0,1,2,3,4,5 dan seterusnya merupakan kontribusi Arab yang besar sekali sumbangannya terhadap usaha memudahkan hitungan dan penulisan angka atas angka Romawi yang kurang realistis. Itulah sebabnya di dalam semua kamus bahasa Inggeris, angka-angka tersebut dinamai Arabic Numeral”. Ini membuktikan keinternasinalan bahasa Arab yang tidak dapat disangkal sama sekali.
         Setelah beberapa wilayah ditaklukkan oleh kaum Muslimin, bahasa Arab menjadi bahasa utama di daerah baru tersebut. Di Syria dan Irak, bahasa internasional yang dipakai adalah bahasa Yunani. Yang mengalami kemunduran setelah berhadapan dengan bahasa Arab. demikian juga bahasa latin, Qobti, barbar di Mesir dan Afrika Utara. Hanya bahasa Persia yang mengalami penyelarasan dan interaksi positif, sehingga menjadi bahasa kedua setelah bahasa Arab di daerah Iran.[28]
       Sekarang di abad ke 21 M, bahasa Arab dipakai secara luas di berbagai Negara di kawasan Timur Tengah baik sebagai bahasa resmi maupun bahasa pergaulan, seperti Negara Arab Saudi, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, Iran, Lebanon, Palestina, Syria, Mesir, Libia, Al-Jazair, Maroko, Mauritania, Mali, dan Sudan. Ini menunjukkan bahwa bahasa Arab mempunyai peranan penting dalam dunia internasional, termasuk dalam forum besekala internasional lainnya seperti pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Keempat peranan bahasa Arab dalam kajian Islam.
       Bahasa Arab telah menunjukkan peranan pentingnya dalam berbagai aspek baik sebagai bahasa wahyu, bahasa ibadah maupun bahasa komunikasi internasional. Dari ketiga peranan bahasa Arab tersebut, yang memiliki hubungan erat dengan kajian keislaman adalah peranan bahasa Arab sebagai bahasa wahyu. Hal ini terjadi karena hakikat kajian keislaman adalah mengkaji bahasa wahyu (ayat-ayat Allah) baik berupa ayat-ayat al-Qur’an maupun ayat-ayat kauniyah. Kalau kita teliti lebih lanjut, hadis-hadis Nabi saw, adalah hasil kajian keislaman Nabi saw terhadap ayat-ayat Allah tersebut, dalam bentuk bahasa sunnah.
       Kalau ditulusuri sejarah peranan bahasa Arab terhadap kajian keislaman, suatu hal yang pasti, diharuskan mengkaji ulang sejarah Islam itu sendiri, sebab peranan bahasa Arab terhadap kajian keislaman, tak bisa dilepaskan dari perkembangan agama Islam itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa bahwa bahasa Arab baru mengalami perkembangan dan berperan penting secara segnifikan setelah bahsa ini dijadikan Allah SWT sebagai bahasa wahyu. Oleh karenanya, dari awal munculnya Islam di zaman Nabi Muhammad saw, periode Makkah, bahasa Arab telah menunjukkan peranannya dalam kajian-kajian keislaman, seperti yang dilakukan oleh Nabi saw, ketika mengajarkan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam bin Abi Arqam. Seperti yang dijelaskan oleh Haekal sebagai berikut:
“Nabi Muhammad saw, telah mendidik ummatnya secara bertahap, berangsur-angsur terhadap Assabiquna al awwalun ( orang-orang yang mula-mula masuk Islam) yaitu: Siti Khodijah, Abu Bakar Siddiq, Ali bin Abi Thalin, Zaid bin Haritsah, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Arqam bin Abi Arqam, dan beberapa orang lainnya. Nabi saw, mendidik mereka secara langsung untuk dikader menjadi Muslim yang siap melaksanakan seluruh petunjuk dan perintah yang datang dari Allah SWT. Pada tahap awal ini, pusat kegiatan pendidikan Islam diselenggarakan di rumah Arqam bin Abi Arqam.[29]  
       Sudah barang tentu peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman di zaman Nabi saw, adalah bagian yang tak terpisahkan dalam perkembangan Islam itu sendiri.  Sebab kala itu di samping wahyu yang diturunkan berbahasa Arab, Nabi saw, juga menyampaikannya dengan bahasa yang sama, suatu hal yang perlu diingat bahwa bahasa Arab kala itu merupakan bahasa satu-satunya di lingkungan umat Islam makkah. Adapun pokok-pokok kajian keislaman pada periode Makkah menurut Zuhairini dan kawan-kawan adalah membangun kesadaran dan penghayatan yang mantap tentang ajaran tauhid, yang intisarinya adalah sebagaimana yang tertermin dalam surat al-Fatihah.[30]
       Ketika di Makkah pelaksanaan kajian keIslaman sangat terbatas dikalangan assabiquna al-awwalu. Pelaksanaan kajian keislaman banyak mengalami hambatan dan intimidasi dari masyarakat Quraisy yang mayoritas penyembah berhala. Inilah salah satu alasan Nabi saw, berhijrah ke Madinah. Ketika menjalani kehidupan di Madinah, menurut Marcel A. Boisard, Nabi Muhammad saw, tak pernah melupakan akan tugas sucinya sebagai Rasul dan nabi yaitu menerima wahyu dan menyampaikannya kepada masyarakat masyarakat madinah, yang ketika itu masih merupakan masyakat majemuk.[31] Tentu yang dimaksud dengan suci tersebut tak lain adalah meneruskan perjuangan menyebarkan islam melalui kajian-kajian terhadap wahyu al-qur’an.  Menurut Zuhairini dkk, wahyu secara beruntun turun selama periode Madinah, kebijaksanaan Nabi Muhammad saw, dalam kajian al-qur’an adalah menganjurkan pengikutnya untuk menghapal dan menuliskan ayat-ayat al-qur’an sesuai dengan yang diajarkannya. Penulis-penulis al-Qur’an diantaranya Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Muawiyah. Kemudian pada periode ini, kajian keislaman dipusatkan di Masjid.[32]  Seluruh rangkaian kegiatan dalam kajian keislaman periode Madinah ini dilakukan dengan bahasa Arab, ini sebuah indikasi betapa pentingnya penting dan besarnya peranan bahasa Arab pada periode ini.
       Peranan bahasa Arab sangat dominan dan segnifikan pada periode-periode setelah Nabi Muhammad saw, wafat. Kajian-kajian keislaman berkembang dengan pesat pada masa khalifah rasyidin dan Muawiyah, pusat-pusat kajian keislaman tidak lagi berpusat di kota Madinah, tetapi menyebar di kota-kota besar lainnya seperti Makkah, Basrah, Kufah, damsyik, Palestina dan Fistat.[33] Pada periode ini lembaga-lembaga kajian keislaman melahirkan ulama-ulama besar dibidang Tafsir yaitu: Ali bin Abi thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin mas’ud, Ubay bin ka’b, Mujahid, Qotadah dan lain-lainnya.[34] Ulama di bidang hadis yaitu: Abu Hurairah, Aisyah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah dan Anas bin malik.[35] Ulama-ulama fuqoha yaitu; Abu bakar, Umar bin khattab, usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Siti Aisyah, Zaid bin Sabit dan lain-lainnya.[36]  Dengan demikian periode ini telah melahirkan ulama-ulama beken sesuai bidangnya, yang pemikirannya menjadi referensi kajian keislaman generasi berikutnya. Dan seluruh bentuk kajian dan hasilnya ditulis dalam bahasa Arab, dengan demikian secara historis menunjukkan kepada kita bahwa betapa hebatnya peranan bahasa Arab dalam kajian ke Islaman pada periode ini.
       Periode puncak atau masa keemasan peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman terjadi pada periode pemerintahan Abasiayah ( 750—1250 M). Pada periode ini kajian-kajian keislaman berkembang begitu pesat, seperti Kuttab, tokoh kitab, rumah-rumah ulama, majlis atau saloon kesusastraan, perpustakaan, dan Masjid[37] sebagai pusat kajian keislaman.  bahasa Arab tentu berperan penting dan dominan serta segnifikan dalam kegiatan-kegiatan ilmiyah, sebab pada masa ini bahasa Arab telah menjadi bahasa ilmiyah[38], yang digunakan oleh para ulama dalam menulis karya monumentalnya di bidang hadis diwakili oleh Malik ibn Anas bin Malik (93 – 179 H) yang masyhur disebut imam Malik dengan karya besarnya I kitab al-Muwaththa’,[39]  Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Ismail terkenal dengan sebutan Imam Bukhari (194-256 H), menulis karya besarnya berbahasa Arab yaitu Kitab Shahih al-Bukhari[40], Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj (204-261 H), terkenal dengan sebutan imam Muslim dengan karya besarnya berbahasa Arab yaitu kitab Shahih Muslim[41], dan lain-lainnya.  
       Selain melahirkan ulama-ulama hadis, periode ini terjadi kajian keislaman yang sangat seru dalam bidang hukum Islam ( fiqih ), yang menjadi rujukan fuqaha yang datang kemudian. Kajian-kajian keislaman di bidang ini menghasilkan mazhab-mazhab fiqih, seperti mazhab Maliki dengan tokoh Imam malik, maszhab Hanafi dengan tokoh imam Hanafi, Mazhab Syafi’I dengan tokoh imam Syafi’I, mazhab hanbali dengan tokoh imam Ahmad bin Hanbal.[42] Keempat fuqaha inilah yang hasil kajian keislamannya dibidang hukum Islam (fiqih) yang menjadi anutan mayoritas muslim di dunia Islam hingga abad ke 21 ini. Sebagai dimaklumi seluruh tokoh mazhab menjadikan bahasa Arab sebagai medium baik dalam forum kajian keislaman di majlis ilmunya, maupun dalam  hal mengungkap hasil pemikiran dalam bentuk kitab, sebagai contoh karya imam Syafi’I dibidang fiqih yaitu kitab al-Um. Dinamika kejian keislaman periode ini sangat intensif, berbobot dan cemerlang  yang mampu  melahirkan banyak fuqaha dan tak tertandingi oleh periode manapun setelah itu, termasuk di zaman melinium ketiga ini. Pada masa tersebut menurut Thaha Jabir Fayadl al-Ulwani sebagai yang dikutip Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarak, muncul 12 aliran fikih Islam, yang berafiliasi kepada aliran AHL Al-Sunnah, yaitu : i. Abu Sa’id al-Hasan  (w.110 H, 2. Abu Hanifah al-Nu’man (w.150 H), 3. Al-Auza’I ( w. 175 H), 4. Sufyan al-Tsauri (w. 160 H), 5. Al-Laist bin Sa’d (w. 175 H), 6. Malik bn Anas ( w.179 H), 7. Sufyan bin Uyaina (w.198 H), 8. Muhammad bin Idris al-Syafi’I (w. 204 H), 9. Ahmad bin hanbal (w.241 H), 10.Daud bin Ali (w.270 H), 11. Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H), dan  12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid al-kalabi(w. 240 H),[43] 
       Pertarungan pemikiran dalam kajian keislaman di bidang teologi Islam, justeru  tak kalah hebat, dan seru dibandingkan dengan kajian keislaman di bidang fiqih. Tentu sudah dipastikan bahasa Arab berperan penting dalam pertarungan pemikiran teologi, sebab seluruh tokoh yang berperan dalamnya adalah ulama-ulama kalam dari wilayah daulah Abasiyah yang notabenenya berbahasa Arab. kajian-kajian keislaman di bidang teologi ini menghasilkan aliran pemikiran yang sangat mendominasi teologi Islam hingga saat ini. Sebut saja aliran Mu’tazilah dengan tokoh utamanya Washil bin Atha, yang sempat menjadi mazhab resmi yang dianut oleh Negara, sewaktu pemerintahan al-Makmun, al-Mu’shim dan al-watsiq.[44]  Selain aliran mu’tazilah, muncul pula imam al-Asy’ari (260-324 H), membangun mazhab teologi islam al-Asy’ari dan Imam Abu Mansyur al-Maturidi juga mendirikan aliran tersendiri dengan nama al-Maturidiyah.[45]
       Demikian juga kajian Islam di bidang Tasawuf, telah mewarnai dunia Islam, yang memunculkan tokoh-tokoh seperti Zu al-Nun al-misri, Abu Yazin al-Bustami, Rabi,atul Adawiyah, al-Hallaj, al-Ghazali dan lain-lain.
       Sepanjang sejarah perkembangannya bahasa Arab selalu menjadi anak kandung kajian keislaman, realitas sejarah telah membuktikan kepada kita, bagaimana peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman. kitab-kitab standar diberbagai bidang ilmu keagamaan didominasi oleh bahasa Arab. sebut saja karya-karya dibidang tafsir klasik seperti kitab tafsir ibnu Jarir “Jami’ al Bayan, Zamakhsari tafsirnya al-Kasysyaf, Abu Hayyan tafsirnya, al-Bahr al- muhith, Imam alRazi tafsirnya mafaatihul ghaib dan lain-lainnya. Demikian juga karya tafsir modern seperti al-Manaar karya Rasyid Ridha, Fi zilalil qur’an karya sayyid Qutub dan lainnya.  Demikian pula dibidang lainnya, didominasi oleh karya-karya berbahasa Arab.  Bahkan terdapat ulama asal Indonesia yaitu Imam Annawawi al-Banteni mengarang tafsir dalam bahasa Arab yang berjudul Marah Labib.
       Peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman bukan hanya terbatas pada bidang keagamaan saja, akan tetapi meramba di bidang lain, seperti filsafat Islam yang memunculkan tokoh-tokoh filsafat seperti al-Kindi, Ibnu Sina, al-farabi dan lainnya. Demikian juga dibidang kedokteran dan farmasi, matematika, tarikh dan lain-lain.
       Peranan bahasa Arab mulai stagnan setelah abad ke 5 H, setelah bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa politik dan administrasi Negara. Periode ini bangsa Arab mulai didominasi oleh bangsa non Arab yaitu Bani Saljuk yang mendeklerasikan bahasa Persi sebagai bahasa resmi Negara Islam bagian Timur. Kemudian Turki Usmani menguasai dunia Arab yanglainnya mendeklerasikan bahasa turki sebagai bahasa resmi pemerintahan.[46] Seiring dengan itu kajian keislamanpun mengalami kemunduran, sehingga tidak melahirkan ilmuan Islam sekeleber Imam Syafi,I di bidang fiqih atau Imam al-Asy’ari dibidang teologi.
       Pada periode akhir stagnasi peranan bahasa Arab dan awal memasuki abad modern di abad ke 19 M, terjadi peristiwa yang sungguh menarik yaitu beberapa putra Indonesia pergi belajar Islam ke Timur Tengah, terutama ke kota Makkah. Mereka mengkaji ilmu-ilmu Islam dari Syaikh-Syaik di Masjid al-haram Makkah, seperti : Sayyid Ahmad bin Sayyid Abd. Rahman an-Nahrawi, Sayyid Ahmad Dimyati, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Syekh Muhammad Khotib Sambas  yang, sudah barang tentu bahasa Arab berperan penting dalam kajian-kajiannya dan sangat mempengaruhi kehidupan mereka. ini dapat kita lihat bagaimana  kemudian hari mereka  menjadi Ulama-ulama besar yang menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu keislaman yang luas serta produktif dalam menghasilkan karya-karya ilmiyah dalam bahasa Arab yang fasih.   Di antaranya Imam Nawawi al-Bantani (1813-1897) Ulama besar, yang menjadi guru besar di Makkah dan Madinah, yang sangat produktif dengan karya-karya tulis lebih dari 100, dari sekian banyak karyanya yang  paling terkenal dan dikagumi adalah karya tafsirnya Marah Labib tafsir an-nawawi.[47] Dan perlu diketahui seluruh karya Imam Nawawi ditulis dalam bahasa Arab.  selain Imam nawawi al-bantani, tercatat nama Mahfuz at-Tirmisi (w.1338/1919) ulama asal Pacitan Jawa timur ini, juga produktif tercatat beberapa karyanya dalam bahasa Arab di bidang ilmu Hadits seperti Manhaj Zhawi an-nadhar dan menjadi guru terkemuka di Makkah dan Madinah.[48] Dan banyak lagi nama lain, seperti  Khalil Bangkalan (1819-1925), Asnawi Kudus (1861-1959), Hasyim Asy’ari (1871-1947) dan lain-lainnya.
      Kemandegan peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman cukup lama dan baru bangkit kembali pada abad ke 13 H/19 M ketika bangsa Arab (Mesir) tersentak oleh kedatangan kaum intelektual Eropa yang ikut dalam penyerbuan Mesir bersama Napoleon.[49]  Sejak itu muncul kesadaran baru dari bangsa Arab untuk mengembalikan peranan bahasa Arab, terutama dalam dunia keilmuan, dalam rangka ini muncul usaha-usaha mengembalikan peranan bahasa Arab baik sebagai bahasa masyarakat internasional (politik) maupun sebagai bahasa ilmiyah. Menurut Zulfan Syuhansyah bentuk 1).usaha-usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Arab seperti Majma’ al-lughah al-arabiyyah tahun 1934 di Mesir. Yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kemurnian bahasa Arab Fusha dan melakukan usaha-usaha pengembangan agar bahasa Arab menjadi dinamis, maju dan mampu memenuhi tuntutan kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya. Dan 2). Mendidirkan lembaga pendidikan khusus dalam pengajaran bahasa Arab seperti al-Azhar jurusan bahasa Arab. Usaha-usaha ini, bukan hanya terjadi di Mesir, akan tetapi di seluruh Negara yang berbasis bahasa Arab.[50]
  1. Apresiasi Pendidikan Islam Terhadap Bahasa Arab.
      


     
      
      
     
      
      
             
              
      
      
      
      
      






   
      
       

      
              



 
      

     


   






[1] Depertemen   Agama   RI, Al-Qur’an  dan  terjemahannya, Thoha Putra Semarang, tahun  
               1989, hal. 13-14                                              
[2].Ibid, hal. 644
[3].Zulkarnain S,  Perkembangan  kurikulum Bahasa  Arab,  STAIN  Bengkulu,   tqhun    2007,
               hal. 4
[4]. Depertmen Agama, Op Cit, hal. 348
[5]. Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
[6]. File://C:/Documents %20 Settings)DELT@My% 20 Document. 4/16/2012, hal. 1
[7]. Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan metode pengajarannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
          Tahun, 2003, hal. 14
5.Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
                          

[9]. Ibid, hal.1
[10].Atang Abd. Hakim dan Jauih Mubarak, Metodologi Studi islam,Rosdakarya,bandung,
           tahun, 2008, hal.81
11.Ibid, hal. 82.
                   

[12]. AzharArsyad, Op Cit, hal.1
[13].Zulfan Syuhansyah, Sejarah Perkembangan Bahasa Arab, (Online), http://djohar 1962.
         blogspot. com/2009/04/sejarah-perkembangan- bahasa-arab.html, di akses,
         14 April 2012
         
                          
              

[14]. Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, tahun 2000, hal. 133
                Hal.2
[16] Ahmad Fuad Effendi, Peta Pelajaran Bahasa Arab di Indonesia, dalam Jurnal Bahasa dan Seni,
               29 Oktober 2001, hal. 407
[17]. Loc Cit,

[18] .Marwan Saridjo dkk, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Dharma Bhakti, Jakarta,
               Tahun 1979, hal. 81.
[19]. Nazri Syukur, Op Cit, hal. 3
[20]. Azhar Arsyad, Op Cit, hal. 6
[21] .Depag RI, Op Cit, hal. 348
[22].Loc Cit,
[23]. Ibid. hal. 375
[24]. Ibid, hal. 813
[25] .Nurcholis Madjid dalam Azhar Arsyad, Op Cit, hal. xix
[26]. Ibid, hal. xx
[27] .loc Cit.
[28]. Azhar Arsyad, Op Cit, hal.11-13
[29].Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, jilid I, (terj.Ali Audah), Tintamas, Jakarta, tahun 1972,
               Hal.84.
[30].Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, tahun 2000, hal.23.
[31].Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, (terj. M.Rosjidi, Bulan Bintang, Jakarta, tahun
              1980, hal. 53
[32]. Zuhairini dkk, Op Cit, hal 34
[33].Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Hidakarya Agung, Jakarta, tahun 1981, hal.33
[34]. Ibid, hal. 41
[35] .Ibid, ha. 42,
[36]. Ibid hal. 43.
[37].Zuhairini dkk, Op Cit, 94-99
[38]. Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarak, Opcit, hal.143
[39].Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis, Hijri Pustaka Utama, Jakarta, tahun 201, hal. 18
[40]. Ibid, hal. 50
[41]. Ibid, hal. 72
[42]. Ibid, hal. 144
[43]. Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarak, Op cit, hal. 160.
[44]. Ibid, hal. 157.
[45]. Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai aspek (I), UI-Press, Jakarta, tahun 1985, hal.76
[46]. Zulfan Syuhansyah, Op Cit, hal. 2
[47].Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara jejak Intelektual Arsitek Pesantren, Kencana,
               Jakarta, tahun 2006, hal. 128.
[48]. Ibid, hal. 164.
[49].Loc Cit
[50]. Zulfan Syuhansyah, Op Cit, hal. 2

makalah

peranan bahasa arab dalam kajian islam
dan apresiasi pendidikan islam
terhadapnya

Dipresentasikan dalam seminar kelas
Pada mata kulia Kapita Selekta Pendidkan Islam
Disusun oleh:
Takdir Alisyahbana
Dosen Pengampu: DR.H.Hery Noer Ali, MA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
STAIN BENGKULU
TAHUN 2012



[Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document. Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document.]



PERANAN BAHASA ARAB DALAM KAJIAN ISLAM
DAN APRESIASI PENDIDIKAN ISLAM
  1. PENDAHULUAN
       Sejak awal penciptaan manusia, Allah SWT telah menggambarkan betapa peran penting bahasa bagi kehidupan ini. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30, 31, 32, 33, dan 34
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ (#qä9$s% y7oY»ysö6ß Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ tA$s% ãPyŠ$t«¯»tƒ Nßg÷¥Î;/Rr& öNÎhͬ!$oÿôœr'Î/ ( !$£Jn=sù Nèdr't6/Rr& öNÎhͬ!$oÿôœr'Î/ tA$s% öNs9r& @è%r& öNä3©9 þÎoTÎ) ãNn=ôãr& |=øxî ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ãNn=÷ær&ur $tB tbrßö7è? $tBur öNçFYä. tbqãKçFõ3s? ÇÌÌÈ øŒÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyŠKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§ŠÎ=ö/Î) 4n1r& uŽy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB šúï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ
30.  Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
31.  Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
32.  Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]."
33.  Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
34.  Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.[1]
Menunjukkan bahwa secara filosofis bahasa adalah alat komunikasi terpenting baik antara Tuhan dengan makhlukNya, makhluk denga Kholik, maupun  antara manusia dengan sesamanya. Dalam kontek ini Allah menciptakan beragam bahasa untuk umat manusia, Q.S Arrum (30):22.
    ô`ÏBur ¾ÏmÏG»tƒ#uä ß,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ß#»n=ÏG÷z$#ur öNà6ÏGoYÅ¡ø9r& ö/ä3ÏRºuqø9r&ur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy tûüÏJÎ=»yèù=Ïj9 ÇËËÈ
22.  Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui.[2]
      Bahasa umat manusia yang diciptakan Allah, adalah bahasa lisan  (linguistik), menurut Zulkarnain dikarenakan semua orang di dunia sebelum bisa menulis sudah bisa berbicara, walaupun masih buta huruf dan terbelakang, misalnya suku Kubu, Mentawai, Badui dan lain-lainnya. Hal ini berarti bahasa lisan merupakan gambaran yang paling sempurna, karena pada bahasa tersebut terdapat mimic, tekanan, jungture, prosadi dan lain-lainnya.[3]  Bahasa lisan memang sangat perperan dalam intraksi keseharian umat manusia, namun dia tidak dapat memberikan peran besarnya itu tanpa bahasa tulisan. Kitab suci, hadits, fiqih, aqidah, filsafat dan lain-lainnya tidak akan sampai kepada kita secara utuh kalau tidak ada bahasa tulisan.
       Dari sekian banyak bahasa di dunia, yang dipakai secara luas  dalam bahasa lisan, tulisan, ilmu pengetahuan dan teknologi, di antaranya bahasa Inggeris, Jerman, Sepanyol, Cina, Arab dan sebagainya. Bahasa Arab adalah bahasa Istimewa, Allah SWT berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab lewat al-Quran,  Q.S. Yusuf (12): 2
  !$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wŠÎ/ttã öNä3¯=yè©9 šcqè=É)÷ès? ÇËÈ   
2.  Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.[4]
       Al-qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, karena bahasa Arab adalah bahasa yang fasih, jelas, luas dan maknanya sangat mengena untuk jiwa manusia serta istimewa karena Allah menurunkan wahyuNya dengan bahasa Arab.[5] Allah AWT bukan tidak tahu bahwa manusia mempunyai ribuan jenis bahasa, namun Ia menetapkan bahwa hanya ada satu bahasa yang digunakannya untuk memberi petunjuk untuk umat manusia, yaitu bahasa Arab.[6]
       Sekarang bahasa Arab merupakan salah satu bahasa mayor di dunia yang dituturkan oleh lebih dari 200.000 umat manusia. Bahasa ini digunakan secara resmi oleh kurang lebih 20 negara.[7]  Di Afrika, bahasa Arab ini dituturkan dan menjadi bahasa pertama di Negara Mauritania, Maroko, Al-jazair, Libya, Mesir dan Sudan. Di semenanjung Arab, bahasa ini merupakan bahasa resmi  di Oman, Yaman, Bahrain, Kuwait, Saudi Arabia, Qotar, emirat Arab, jauh ke utara, Jordan Irak, Syria, Lebanon dan Palestina.[8] Dan karena ia bahasa kitab suci dan tuntunan agama umat Islam sedunia, maka tentu saja ia merupakan  bahasa yang paling besar signifikansinya bagi milyaran muslim sedunia, baik yang berkebangsaan Arab maupun bukan Arab.[9]
       Bahasa Arab selain sebagai bahasa lisan, ia juga bahasa tulisan. Bahasa tulisan inilah yang telah membangun tradisi ilmiah di kalangan umat islam. Secara historis dapat dibuktikan melalui karya-karya fenomental ulama-ulama di berbagai bidang; di bidang tafsir dikenal karya tulis hasil kajian ulama semacam Abdullah Ibnu  Abbas kitabnya Tafsir Ibnu Abbas, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabarani ( w, 310 H) karyanya tafsir Jami’at al-Bayan fi tafsir al-qur’an, Abu al-Qosim Muhammad bin Umar al-Zamakhsari tafsirnya al-kasysyaf, Rasyid ridho  tafsirnya al- Manar, Thanthawi Jauhari tafsirnya tafsir Jawahir,[10] dan banyak lagi yang lain-lain, semuanya tertulis dalam bahasa Arab. Demikian juga dalam bidang hadits,al-Jami’ al-shahih karya imam Bukhari( 194-252 H),al-Jami’ al-Shahih karya imam Muslim(204-261 H), al-Sunan Abu Daud karya Abu Daud (202-275 H),al- Sunan Ibnu majah  karya Ibnu majah[11]dan di bidang ilmu-ilmu keislaman yang lainnya, tertulis dalam bahasa Arab.
       Karena sumber-sumber asli ajaran Islam dan ilmu-ilmu keislaman adalah bahasa Arab, maka sangatlah penting bagi umat islam terutama kalangan ilmuannya untuk mempelajari dan memahami serta menguasai bahasa Arab. Jika tidak sulit bagi kita untuk mengkaji Islam dari sumber aslinya yang berasal dari bahasa Arab. Oleh karena mengkaji peran bahasa dalam kajian Islam dan apresiasi pendidikan islam terhadapnya, sungguh menarik dan penting, disebabkan : pertama: bahwa sumber asli ajaran islam al-qur’an dan assunnah ditulis dalam bahsa Arab, kedua; kitab-kitab  karya ulama-ulama besar yang mempengaruhi alur pemikiran umat Islam terutama di bidang tafsir, hadits,fiqih, aqidah, tasawuf ditulis dalam bahasa Arab. Ketiga kajian ilmu keislaman akan semakin berbobot jika mengambil rujukan dari bahasa Arab, keempat realitas kekinian di kalangan sarjana muslim, terutama Indonesia semakin menipis mengkaji ilmu keislaman yang berbasis bahasa Arab.
       Peranan bahasa Arab yang begitu luas terhadap kajian keislaman dan apresiasi pendidikan Islam terhadapnya cakupannya juga sangat luas, oleh karenanya, penulis membatasi permasalahannya dalam hal-hal sebagai berikut:
1).  Peranan bahasa Arab terhadap kajian Islam sepanjang sejarah Islam.
2).  Apresiasi pendidikan Islam terhadap peranan bahasa Arab, yang terfokus pada penyelenggaraan pembelajaran bahasa Arab dan penggunaan kitab-kitab berbahasa Arab oleh lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang termuat dalam kegiatan pendidikan formal dan non formal.

  1. Sekilas sejarah Bahasa Arab.
       Bahasa Arab sebelum datang Islam merupakan bahasa semetik yang muncul dari daerah yang sekarang dikenal Arab Saudi. Bahasa Arab berkerabat dengan bahasa Ibrani dan bahasa Aram yang berasal dari keluarga bahasa Semitik. Dan dari segi penutur jumlah penutur, bahasa Arab memiliki jumlah penutur terbesar dari keluarga bahasa Semitik. Yang dituturkan lebih dari 200.000 umat manusia dan dijadikan bahasa resmi oleh kurang lebih 20 negara.[12]
       Secara historis bahasa arab telah melalui periodesasi perkembangannya dari bahasa lokal menjadi bahasa internasional, dari bahasa komunikasi menjadi bahasa ilmu pengetahuan, tentu perkembangan bahasa Arab menjadi seperti sekarang ini tidak lah mulus, ia telah melalui berbagai pasang surut dari bahasa Arab Fusha berkembang menjadi bahasa komunikasi antar bangsa, politik, ilmu pengetatahuan dan agama. Sebagai yang dijelaskan dalam   periodeisasi perkembangan bahsa Arab sebagai berikut:[13]
1.Periode Jahiliyah; priode ini muncul nilai-nilai satandarisasi pembentukan bahasa Arab Fusha, dengan adanya kegiatan penting yang telah menjadi tradisi masyarakat mekah. Kegiatan tersebut berupa festival syair-syair Arab yang di adakan di pasar Ukaz, Majanah, Zul Majah. Yang akhirnya mendorong tersiarnya dan meluasnya bahasa Arab. Dari tradisi ini akhirnya terbentuklah standarisasi bahasa Arab Fusha dan kesusasteraan.
2. periode permulaan Islam; turun al-Qur’an membawa kosa kata baru dengan jumlah yang sangat luar biasa banyaknya, menjadikan bahasa Arab sebagai suatu bahasa yang telah sempurna baik dalam mafradat, makna, gramatikal dan ilmu-ilmu lainnya. Adanya perluasan wiayah-wilayah kekuasaan Islam sampai berdirinya daulah Umayah. Setelah berkembang kekuasaan Islam, maka orang-orang Islam Arab pindah ke negeri baru, sampai pada pemerintahannya khula arrasyidin. 
3. Periode Bani Umayah  : Di lanjutkan  Pada periode ini telah terjadi percampuran orang-orang Arab dengan penduduk asli, akibat perluasan kekuasaan islam. Adanya upaya orang Arab untuk menyebarkan bahasa Arab ke wilayah melalui akspansi yang beradab. Melakukan Arabisasi dalam berbagai kehidupan, sehingga penduduk asli mempelajari bahasa Arab sebagai   bahasa Agama dan bahasa pergaulan dalam intraksi bermasyarakat.
4. Periode Bani Abasiyah: para penguasa daulah Abasiyah berkeyakinan bahwa kejayaan dan stabilitas pemerintahannya akan dapat bertahan, jika tetap bersandar kepada kemajuan agama Islam dan bahasa arab. Kemajuan agama Islam dipertahankan dengan cara melaksanakan kegiatan pembedahan al-Qur’an terhadap cabang-cabang disiplin ilmu pengetahuan agama dan lainnya. Bahasa Arab Badwi yang bersifat alamiah ini tetap dipertahankan dan dipandang sebagai bahasa yang bermutu tinggi dan murni yang harus dikuasai oleh putra putrid bani Abasiayah. Pada abad ke empat Hijrah bahasa Arab Fusha sudah menjadi bahasa tulisan untuk keperluan administrasi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan bahasa Arab mulai dipelajari melalui buku-buku sehingga bahasa Arab Fusha berkembang dan meluas keseluruh negeri kekuasaan daulah Abasiayah.
5. periode stagnan : sesudah abad ke 5 H, bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa politik, administrasi pemerintahan, tetapi hanya diposisikan sebagai bahasa Agama. Kondisi ini terjadi disebabkan terpecahnya kekuatan Arab dalam sektor kekuasaan pemerintahan dan politik. Muncul kekuatan penguasa non Arab, seperti Bani Saljuk yang mendeklerasikan bahasa Persia sebagai bahasa resmi Negara Islam bagian Timur. Sementara Turki Usmani yang menguasasi dunia Arab bagian Barat mendeklerasikan bahasa Turki sebagai bahasa administrasi pemerintahan.  Sejak saat itu sampai abad ke 7 H bahasa Arab semakin terdesak penggunaannya terutama dalam administrasi pemerintahan dan politik.
6. periode kebangkitan kembali: bahasa Arab bangkit kembali yang dilandasi upaya-upaya pengembangan dari kaum intelektual Mesir, yang mendapat pengaruh dari intelektual Eropa yang datang bersama dengan penyerbuan Napoleon ke Mesir.
       Periodeisasi perkembangan dan penyebaran  bahasa Arab di atas hanya menerangkan perkembangan dan penyebaran Islam di sekitar daerah Timur Tengah dan Afrika Utara, tidak sedikitpun menyinggung masalah penyebarannya ke Asia Tenggara maupun Indonesia. oleh karenanya banyak orang memprediksikan bahasa Arab masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama islam, di antaranya Nasri Syukur yang menyatakan Bahasa Arab masuk ke Nusantara bersama-sama dengan masuknya agama Islam ke Nusantara. Yang diduga sekitar abad ke 7 atau 8 M. ini jika menhacu pada hasil Muktamar sejarah masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963.[14] 
       Hadi sebagai dikutip Nazri Syukur mengungkapkan sebuah teori, bahwa bahasa Arab masuk ke Nusantara melalui para pedagangArab dan Persi. Ini berarti keberadaan  bahasa Arab di Indonesia telah menncapai 12 abad, dalam rentang waktu yang panjang itu, bahasa Arab telah mengalami pasang surut sesuai dengan hukum sejarah. Pada masa lalu bahasa Arab begitu penting dalam ekspresi budaya suku-suku bangsa Indonesia, bahkan huruf arab sempat menjadi primadona sampai menjelang perang dunia ke 1.[15]  
       Bahasa Arab di Nusantara mengalami kemerosotan tajam ketika Belanda menjajah Indonesia. huruf Arab yang telah banyak digunakan oleh orang-orang Insonesia, diganti dengan oleh pemerintah colonial Belanda dengan huruf latin. Usaha penghilangan pengaruh bahasa Arab dilakukannya secara sistematis, dengan mendirikan sekolah-sekolah seperti di Batavia, Pantai Utara, Makassar, Timor, Sumatera Barat, Cirebon dan banten. Kolonial Spanyol mendirikan sekolah Semianari di Solor Maluku dan Portugis mendiri sekolah yang lebih tinggi di Goa.[16]
       Tentu akibat dari perlakuan kolonial Belanda, Spanyol dan Portugis tersebut di atas, telah berakibat buruk bagi peran bahasa Arab di Indonesia, bahasa Arab semakin termarginalkan dalam pergaulan masyarakat Indonesia, yang akhirnya terkerangkeng dalam pesantren-pesantren. Nasri Syukur menjelaskan bahwa pemerintah kolonial berperan penting dalam kemunduran pengaruh bahasa Arab di Indonesia, yang hanya dipelajari di pondok-pondok pesantren secara eksklusif, dalam artian tidak dipelajari secara utuh sebagai alat komunikasi, melainkan bahwa bahasa Arab hanya layak dipelajari oleh “kaum sarungan” di pesantren dan tidak layak dipelajari oleh kaum priyayi di sekolah.[17]
       Sejarah perkembangan bahasa Arab di Indonesia tidak banyak mengalami perubahan yang segnifikan, walaupun pesantren mulai tahun 1930 telah bersinggungan dengan modernisasi, namun berjalan sangat lamban. Upaya-upaya pembaharuan pembelajaran bahasa secara Arab intensif, melalui program pendidikan menurut Marwan Saridjo adalah pondok modern Gontor, yang menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam pelajaran agama, bahasa komunikasi dikalangan santri dan dalam latihan pidato atau ceramah.[18]
       Secara historis upaya untuk mengembangkan bahasa Arab yang cukup signifikasi, dilakukan oleh Depertemen Agama melalui IAIN terkemuka yang melahirkan lembaga-lembaga Bahasa di IAIN dengan pendekatan sistem aural-oral dalam pembelajaran bahasa Arab, baik untuk Perguruan Tinggi maupun Madrasah.[19]

  1. Peranan Bahasa Arab dalam kajian Islam.
       Bahasa Arab resmi menjadi bahasa wahyu, sejak ayat pertama sampai kelima  surat ‘Alaq diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dan berlanjut secara berkala wahyu itu turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. menurut Azhar Arsyad sejak pengamat baik baik Barat maupun orang muslim Arab menganggapnya sebagai bahasa yang memiliki standar tinggi dan keelokan linguistik yang tertinggi, yang tiada taranya. Hal itu tentu saja, berdampak pada munculnya superioritas sastra dan filsafat bahkan pada saint seperti ilmu matematika, kedokteran, ilmu bumi dan tata bahasa Arab sendiri pada masa kejayaan Islam setelahnya.[20]
       Setelah Bahasa Arab dijadikan Allah SWT sebagai bahasa al-Qur’an (Q.S. Yusuf (12):2 “Sesungguhnya Kami menurunkan al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.[21]  Maka terjadi perkembangan yang luar biasa pada bahasa  ini, sehingga memunculkan berbagai peranan  penting dalam intraksi kehidupan umat manusia, peranan-peranan tersebut dapat diklasifikasi sebagai berikut;
Pertama: bahasa Arab berperan sebagai bahasa wahyu, sehingga menjadi bahasa yang istimewa. Indikasinya Allah berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab melalui al-qur’an. Q.S. Yusuf (12):2;
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wŠÎ/ttã öNä3¯=yè©9 šcqè=É)÷ès? ÇËÈ
2.  Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.[22]
y7Ï9ºxx.ur çm»oYø9tRr& $¸Jõ3ãm $wŠÎ/{tã 4 ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& $tBy÷èt/ x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$# $tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB <cÍ<ur Ÿwur 5X#ur ÇÌÐÈ
37.  Dan Demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan  dalam bahasa Arab dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah  datang pengetahuan kepadamu, Maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.[23]
$yJ¯RÎ*sù çm»tR÷Žœ£o y7ÏR$|¡Î=Î/ öNßg¯=yès9 tbr㍞2xtFtƒ ÇÎÑÈ
58.  Sesungguhnya kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran.[24]
       Bahasa Arab sebagai bahasa yang dipakai Allah SWT, berkomunikasi pada hambanya, tentu mengandung berbagai nilai. Yang menurut Nurcholis Madjid hakikat nilai itu adalah keuniversalan bahasa Arab, maka tentunya ia tidak dibatasi atau diubah (dalam artian bertambah atau berkurang) oleh penggunaan suatu bahasa. Maka dari itu penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa al-Quran pun sesungguhnya lebih banyak menyangkut masalah teknis penyampaian pesan dari pada nilai. Penggunaan bahasa Arab untuk al-Quran adalah wujud khusus dari ketentuan umum bahwa Allah tidak akan mengutus seorang Rasul  kecuali dengan bahasa kaumnya. Dalam hal ini Nabi Muhammad saw, kaumnya itu ialah masyarakat Arab dan  sekitarnya, sehingga bahasa al-Quran pun sesungguhnya adalah  bahasa Arab dialek penduduk Makkah yaitu dialek Quraisy.[25]selanjutnya dikatakannya penggunaan bahasa Arab untuk al-Quran terkait dengan konsep dan pandangan bahwa al-Quran adalah sebuah mukjizat yang tak bakal dapat ditiru oleh manusia.[26]
       Kehebatan bahasa Arab sebagai mukjizat adalah keunikan dan kekhasannya dalam ekspresi puitisnya yang luar biasa, yang tak tertandingi oleh syair-syair Arab. Di bagian lain Nurcholis Madjid mengungkapkan ekspresi puitis bahasa Arab dalam al-Quran tidak akan mungkin terjadi kalau bukan kemukjizatannya, yang menggunakan medium bahasa Arab tertinggi. Ekspresi puitis yang khas dan unik, mengandung kekuatan metafisis yang aneh pada para pendengannya itu.[27] Sebagai contoh al-Quran surat al-Adiyat(100)
ÏM»tƒÏ»yèø9$#ur $\Û÷6|Ê ÇÊÈ ÏM»tƒÍqßJø9$$sù %Znôs% ÇËÈ ÏNºuŽÉóèRùQ$$sù $\Û÷6ß¹ ÇÌÈ tbörOr'sù ¾ÏmÎ/ $\èø)tR ÇÍÈ z`ôÜyuqsù ¾ÏmÎ/ $ºèøHsd ÇÎÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# ¾ÏmÎn/tÏ9 ׊qãZs3s9 ÇÏÈ ¼çm¯RÎ)ur 4n?tã y7Ï9ºsŒ ÓÍkys9 ÇÐÈ ¼çm¯RÎ)ur Éb=ßsÏ9 ÎŽösƒø:$# îƒÏt±s9 ÇÑÈ * Ÿxsùr& ãNn=÷ètƒ #sŒÎ) uŽÏY÷èç/ $tB Îû Íqç7à)ø9$# ÇÒÈ Ÿ@Å_Áãmur $tB Îû ÍrߐÁ9$# ÇÊÉÈ
       Kekhasan dan keunikan bahasa Arab dalam al-Quran dengan sendirinya akan hilang, jika bahasa mediumnya dipindahkan dari bahasa Arab ke bahasa manapun selainnya.
Kedua; Peranan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi umat manusia kepada Allah SWT. Dalam agama Islam terdapat ibadah-ibadah tertentu yaitu Sholat, Zikir dan doa dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab. Sholat sebagai medium manusia berkomunikasi langsung dengan Allah, seluruh bacaan-bacaannya memakai bahasa Arab. mulai dari takbiratul ihram hingga salam. Demikian pula dalam berzikir dan berdoa,
Ketiga Peran bahasa Arab internasional; Ibrahim Anis dalam bukunya al-Lughah bayna al-Qaumiyyah wa al-Alamiyyah sebagai yang dikutip Azhar Arsyad, menjelaskan bahasa-bahasa yang pernah menjadi bahasa internasional dalam sejarah adalah bahasa Akadiyah, Aramiyyah(Aramic), Yunani, Latin dan bahasa Arab. sampai sekarang ini, bahasa Arab tetap bertahan keinternasionalannya, sejajar dengan kedua bahasa internasinal modern yakni bahasa Inggeris dan Perancis. Yang jelas, angka 0,1,2,3,4,5 dan seterusnya merupakan kontribusi Arab yang besar sekali sumbangannya terhadap usaha memudahkan hitungan dan penulisan angka atas angka Romawi yang kurang realistis. Itulah sebabnya di dalam semua kamus bahasa Inggeris, angka-angka tersebut dinamai Arabic Numeral”. Ini membuktikan keinternasinalan bahasa Arab yang tidak dapat disangkal sama sekali.
         Setelah beberapa wilayah ditaklukkan oleh kaum Muslimin, bahasa Arab menjadi bahasa utama di daerah baru tersebut. Di Syria dan Irak, bahasa internasional yang dipakai adalah bahasa Yunani. Yang mengalami kemunduran setelah berhadapan dengan bahasa Arab. demikian juga bahasa latin, Qobti, barbar di Mesir dan Afrika Utara. Hanya bahasa Persia yang mengalami penyelarasan dan interaksi positif, sehingga menjadi bahasa kedua setelah bahasa Arab di daerah Iran.[28]
       Sekarang di abad ke 21 M, bahasa Arab dipakai secara luas di berbagai Negara di kawasan Timur Tengah baik sebagai bahasa resmi maupun bahasa pergaulan, seperti Negara Arab Saudi, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, Iran, Lebanon, Palestina, Syria, Mesir, Libia, Al-Jazair, Maroko, Mauritania, Mali, dan Sudan. Ini menunjukkan bahwa bahasa Arab mempunyai peranan penting dalam dunia internasional, termasuk dalam forum besekala internasional lainnya seperti pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Keempat peranan bahasa Arab dalam kajian Islam.
       Bahasa Arab telah menunjukkan peranan pentingnya dalam berbagai aspek baik sebagai bahasa wahyu, bahasa ibadah maupun bahasa komunikasi internasional. Dari ketiga peranan bahasa Arab tersebut, yang memiliki hubungan erat dengan kajian keislaman adalah peranan bahasa Arab sebagai bahasa wahyu. Hal ini terjadi karena hakikat kajian keislaman adalah mengkaji bahasa wahyu (ayat-ayat Allah) baik berupa ayat-ayat al-Qur’an maupun ayat-ayat kauniyah. Kalau kita teliti lebih lanjut, hadis-hadis Nabi saw, adalah hasil kajian keislaman Nabi saw terhadap ayat-ayat Allah tersebut, dalam bentuk bahasa sunnah.
       Kalau ditulusuri sejarah peranan bahasa Arab terhadap kajian keislaman, suatu hal yang pasti, diharuskan mengkaji ulang sejarah Islam itu sendiri, sebab peranan bahasa Arab terhadap kajian keislaman, tak bisa dilepaskan dari perkembangan agama Islam itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa bahwa bahasa Arab baru mengalami perkembangan dan berperan penting secara segnifikan setelah bahsa ini dijadikan Allah SWT sebagai bahasa wahyu. Oleh karenanya, dari awal munculnya Islam di zaman Nabi Muhammad saw, periode Makkah, bahasa Arab telah menunjukkan peranannya dalam kajian-kajian keislaman, seperti yang dilakukan oleh Nabi saw, ketika mengajarkan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam bin Abi Arqam. Seperti yang dijelaskan oleh Haekal sebagai berikut:
“Nabi Muhammad saw, telah mendidik ummatnya secara bertahap, berangsur-angsur terhadap Assabiquna al awwalun ( orang-orang yang mula-mula masuk Islam) yaitu: Siti Khodijah, Abu Bakar Siddiq, Ali bin Abi Thalin, Zaid bin Haritsah, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Arqam bin Abi Arqam, dan beberapa orang lainnya. Nabi saw, mendidik mereka secara langsung untuk dikader menjadi Muslim yang siap melaksanakan seluruh petunjuk dan perintah yang datang dari Allah SWT. Pada tahap awal ini, pusat kegiatan pendidikan Islam diselenggarakan di rumah Arqam bin Abi Arqam.[29]  
       Sudah barang tentu peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman di zaman Nabi saw, adalah bagian yang tak terpisahkan dalam perkembangan Islam itu sendiri.  Sebab kala itu di samping wahyu yang diturunkan berbahasa Arab, Nabi saw, juga menyampaikannya dengan bahasa yang sama, suatu hal yang perlu diingat bahwa bahasa Arab kala itu merupakan bahasa satu-satunya di lingkungan umat Islam makkah. Adapun pokok-pokok kajian keislaman pada periode Makkah menurut Zuhairini dan kawan-kawan adalah membangun kesadaran dan penghayatan yang mantap tentang ajaran tauhid, yang intisarinya adalah sebagaimana yang tertermin dalam surat al-Fatihah.[30]
       Ketika di Makkah pelaksanaan kajian keIslaman sangat terbatas dikalangan assabiquna al-awwalu. Pelaksanaan kajian keislaman banyak mengalami hambatan dan intimidasi dari masyarakat Quraisy yang mayoritas penyembah berhala. Inilah salah satu alasan Nabi saw, berhijrah ke Madinah. Ketika menjalani kehidupan di Madinah, menurut Marcel A. Boisard, Nabi Muhammad saw, tak pernah melupakan akan tugas sucinya sebagai Rasul dan nabi yaitu menerima wahyu dan menyampaikannya kepada masyarakat masyarakat madinah, yang ketika itu masih merupakan masyakat majemuk.[31] Tentu yang dimaksud dengan suci tersebut tak lain adalah meneruskan perjuangan menyebarkan islam melalui kajian-kajian terhadap wahyu al-qur’an.  Menurut Zuhairini dkk, wahyu secara beruntun turun selama periode Madinah, kebijaksanaan Nabi Muhammad saw, dalam kajian al-qur’an adalah menganjurkan pengikutnya untuk menghapal dan menuliskan ayat-ayat al-qur’an sesuai dengan yang diajarkannya. Penulis-penulis al-Qur’an diantaranya Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Muawiyah. Kemudian pada periode ini, kajian keislaman dipusatkan di Masjid.[32]  Seluruh rangkaian kegiatan dalam kajian keislaman periode Madinah ini dilakukan dengan bahasa Arab, ini sebuah indikasi betapa pentingnya penting dan besarnya peranan bahasa Arab pada periode ini.
       Peranan bahasa Arab sangat dominan dan segnifikan pada periode-periode setelah Nabi Muhammad saw, wafat. Kajian-kajian keislaman berkembang dengan pesat pada masa khalifah rasyidin dan Muawiyah, pusat-pusat kajian keislaman tidak lagi berpusat di kota Madinah, tetapi menyebar di kota-kota besar lainnya seperti Makkah, Basrah, Kufah, damsyik, Palestina dan Fistat.[33] Pada periode ini lembaga-lembaga kajian keislaman melahirkan ulama-ulama besar dibidang Tafsir yaitu: Ali bin Abi thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin mas’ud, Ubay bin ka’b, Mujahid, Qotadah dan lain-lainnya.[34] Ulama di bidang hadis yaitu: Abu Hurairah, Aisyah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah dan Anas bin malik.[35] Ulama-ulama fuqoha yaitu; Abu bakar, Umar bin khattab, usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Siti Aisyah, Zaid bin Sabit dan lain-lainnya.[36]  Dengan demikian periode ini telah melahirkan ulama-ulama beken sesuai bidangnya, yang pemikirannya menjadi referensi kajian keislaman generasi berikutnya. Dan seluruh bentuk kajian dan hasilnya ditulis dalam bahasa Arab, dengan demikian secara historis menunjukkan kepada kita bahwa betapa hebatnya peranan bahasa Arab dalam kajian ke Islaman pada periode ini.
       Periode puncak atau masa keemasan peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman terjadi pada periode pemerintahan Abasiayah ( 750—1250 M). Pada periode ini kajian-kajian keislaman berkembang begitu pesat, seperti Kuttab, tokoh kitab, rumah-rumah ulama, majlis atau saloon kesusastraan, perpustakaan, dan Masjid[37] sebagai pusat kajian keislaman.  bahasa Arab tentu berperan penting dan dominan serta segnifikan dalam kegiatan-kegiatan ilmiyah, sebab pada masa ini bahasa Arab telah menjadi bahasa ilmiyah[38], yang digunakan oleh para ulama dalam menulis karya monumentalnya di bidang hadis diwakili oleh Malik ibn Anas bin Malik (93 – 179 H) yang masyhur disebut imam Malik dengan karya besarnya I kitab al-Muwaththa’,[39]  Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Ismail terkenal dengan sebutan Imam Bukhari (194-256 H), menulis karya besarnya berbahasa Arab yaitu Kitab Shahih al-Bukhari[40], Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj (204-261 H), terkenal dengan sebutan imam Muslim dengan karya besarnya berbahasa Arab yaitu kitab Shahih Muslim[41], dan lain-lainnya.  
       Selain melahirkan ulama-ulama hadis, periode ini terjadi kajian keislaman yang sangat seru dalam bidang hukum Islam ( fiqih ), yang menjadi rujukan fuqaha yang datang kemudian. Kajian-kajian keislaman di bidang ini menghasilkan mazhab-mazhab fiqih, seperti mazhab Maliki dengan tokoh Imam malik, maszhab Hanafi dengan tokoh imam Hanafi, Mazhab Syafi’I dengan tokoh imam Syafi’I, mazhab hanbali dengan tokoh imam Ahmad bin Hanbal.[42] Keempat fuqaha inilah yang hasil kajian keislamannya dibidang hukum Islam (fiqih) yang menjadi anutan mayoritas muslim di dunia Islam hingga abad ke 21 ini. Sebagai dimaklumi seluruh tokoh mazhab menjadikan bahasa Arab sebagai medium baik dalam forum kajian keislaman di majlis ilmunya, maupun dalam  hal mengungkap hasil pemikiran dalam bentuk kitab, sebagai contoh karya imam Syafi’I dibidang fiqih yaitu kitab al-Um. Dinamika kejian keislaman periode ini sangat intensif, berbobot dan cemerlang  yang mampu  melahirkan banyak fuqaha dan tak tertandingi oleh periode manapun setelah itu, termasuk di zaman melinium ketiga ini. Pada masa tersebut menurut Thaha Jabir Fayadl al-Ulwani sebagai yang dikutip Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarak, muncul 12 aliran fikih Islam, yang berafiliasi kepada aliran AHL Al-Sunnah, yaitu : i. Abu Sa’id al-Hasan  (w.110 H, 2. Abu Hanifah al-Nu’man (w.150 H), 3. Al-Auza’I ( w. 175 H), 4. Sufyan al-Tsauri (w. 160 H), 5. Al-Laist bin Sa’d (w. 175 H), 6. Malik bn Anas ( w.179 H), 7. Sufyan bin Uyaina (w.198 H), 8. Muhammad bin Idris al-Syafi’I (w. 204 H), 9. Ahmad bin hanbal (w.241 H), 10.Daud bin Ali (w.270 H), 11. Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H), dan  12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid al-kalabi(w. 240 H),[43] 
       Pertarungan pemikiran dalam kajian keislaman di bidang teologi Islam, justeru  tak kalah hebat, dan seru dibandingkan dengan kajian keislaman di bidang fiqih. Tentu sudah dipastikan bahasa Arab berperan penting dalam pertarungan pemikiran teologi, sebab seluruh tokoh yang berperan dalamnya adalah ulama-ulama kalam dari wilayah daulah Abasiyah yang notabenenya berbahasa Arab. kajian-kajian keislaman di bidang teologi ini menghasilkan aliran pemikiran yang sangat mendominasi teologi Islam hingga saat ini. Sebut saja aliran Mu’tazilah dengan tokoh utamanya Washil bin Atha, yang sempat menjadi mazhab resmi yang dianut oleh Negara, sewaktu pemerintahan al-Makmun, al-Mu’shim dan al-watsiq.[44]  Selain aliran mu’tazilah, muncul pula imam al-Asy’ari (260-324 H), membangun mazhab teologi islam al-Asy’ari dan Imam Abu Mansyur al-Maturidi juga mendirikan aliran tersendiri dengan nama al-Maturidiyah.[45]
       Demikian juga kajian Islam di bidang Tasawuf, telah mewarnai dunia Islam, yang memunculkan tokoh-tokoh seperti Zu al-Nun al-misri, Abu Yazin al-Bustami, Rabi,atul Adawiyah, al-Hallaj, al-Ghazali dan lain-lain.
       Sepanjang sejarah perkembangannya bahasa Arab selalu menjadi anak kandung kajian keislaman, realitas sejarah telah membuktikan kepada kita, bagaimana peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman. kitab-kitab standar diberbagai bidang ilmu keagamaan didominasi oleh bahasa Arab. sebut saja karya-karya dibidang tafsir klasik seperti kitab tafsir ibnu Jarir “Jami’ al Bayan, Zamakhsari tafsirnya al-Kasysyaf, Abu Hayyan tafsirnya, al-Bahr al- muhith, Imam alRazi tafsirnya mafaatihul ghaib dan lain-lainnya. Demikian juga karya tafsir modern seperti al-Manaar karya Rasyid Ridha, Fi zilalil qur’an karya sayyid Qutub dan lainnya.  Demikian pula dibidang lainnya, didominasi oleh karya-karya berbahasa Arab.  Bahkan terdapat ulama asal Indonesia yaitu Imam Annawawi al-Banteni mengarang tafsir dalam bahasa Arab yang berjudul Marah Labib.
       Peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman bukan hanya terbatas pada bidang keagamaan saja, akan tetapi meramba di bidang lain, seperti filsafat Islam yang memunculkan tokoh-tokoh filsafat seperti al-Kindi, Ibnu Sina, al-farabi dan lainnya. Demikian juga dibidang kedokteran dan farmasi, matematika, tarikh dan lain-lain.
       Peranan bahasa Arab mulai stagnan setelah abad ke 5 H, setelah bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa politik dan administrasi Negara. Periode ini bangsa Arab mulai didominasi oleh bangsa non Arab yaitu Bani Saljuk yang mendeklerasikan bahasa Persi sebagai bahasa resmi Negara Islam bagian Timur. Kemudian Turki Usmani menguasai dunia Arab yanglainnya mendeklerasikan bahasa turki sebagai bahasa resmi pemerintahan.[46] Seiring dengan itu kajian keislamanpun mengalami kemunduran, sehingga tidak melahirkan ilmuan Islam sekeleber Imam Syafi,I di bidang fiqih atau Imam al-Asy’ari dibidang teologi.
       Pada periode akhir stagnasi peranan bahasa Arab dan awal memasuki abad modern di abad ke 19 M, terjadi peristiwa yang sungguh menarik yaitu beberapa putra Indonesia pergi belajar Islam ke Timur Tengah, terutama ke kota Makkah. Mereka mengkaji ilmu-ilmu Islam dari Syaikh-Syaik di Masjid al-haram Makkah, seperti : Sayyid Ahmad bin Sayyid Abd. Rahman an-Nahrawi, Sayyid Ahmad Dimyati, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Syekh Muhammad Khotib Sambas  yang, sudah barang tentu bahasa Arab berperan penting dalam kajian-kajiannya dan sangat mempengaruhi kehidupan mereka. ini dapat kita lihat bagaimana  kemudian hari mereka  menjadi Ulama-ulama besar yang menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu keislaman yang luas serta produktif dalam menghasilkan karya-karya ilmiyah dalam bahasa Arab yang fasih.   Di antaranya Imam Nawawi al-Bantani (1813-1897) Ulama besar, yang menjadi guru besar di Makkah dan Madinah, yang sangat produktif dengan karya-karya tulis lebih dari 100, dari sekian banyak karyanya yang  paling terkenal dan dikagumi adalah karya tafsirnya Marah Labib tafsir an-nawawi.[47] Dan perlu diketahui seluruh karya Imam Nawawi ditulis dalam bahasa Arab.  selain Imam nawawi al-bantani, tercatat nama Mahfuz at-Tirmisi (w.1338/1919) ulama asal Pacitan Jawa timur ini, juga produktif tercatat beberapa karyanya dalam bahasa Arab di bidang ilmu Hadits seperti Manhaj Zhawi an-nadhar dan menjadi guru terkemuka di Makkah dan Madinah.[48] Dan banyak lagi nama lain, seperti  Khalil Bangkalan (1819-1925), Asnawi Kudus (1861-1959), Hasyim Asy’ari (1871-1947) dan lain-lainnya.
      Kemandegan peranan bahasa Arab dalam kajian keislaman cukup lama dan baru bangkit kembali pada abad ke 13 H/19 M ketika bangsa Arab (Mesir) tersentak oleh kedatangan kaum intelektual Eropa yang ikut dalam penyerbuan Mesir bersama Napoleon.[49]  Sejak itu muncul kesadaran baru dari bangsa Arab untuk mengembalikan peranan bahasa Arab, terutama dalam dunia keilmuan, dalam rangka ini muncul usaha-usaha mengembalikan peranan bahasa Arab baik sebagai bahasa masyarakat internasional (politik) maupun sebagai bahasa ilmiyah. Menurut Zulfan Syuhansyah bentuk 1).usaha-usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Arab seperti Majma’ al-lughah al-arabiyyah tahun 1934 di Mesir. Yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kemurnian bahasa Arab Fusha dan melakukan usaha-usaha pengembangan agar bahasa Arab menjadi dinamis, maju dan mampu memenuhi tuntutan kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya. Dan 2). Mendidirkan lembaga pendidikan khusus dalam pengajaran bahasa Arab seperti al-Azhar jurusan bahasa Arab. Usaha-usaha ini, bukan hanya terjadi di Mesir, akan tetapi di seluruh Negara yang berbasis bahasa Arab.[50]
  1. Apresiasi Pendidikan Islam Terhadap Bahasa Arab.
      


     
      
      
     
      
      
             
              
      
      
      
      
      






   
      
       

      
              



 
      

     


   






[1] Depertemen   Agama   RI, Al-Qur’an  dan  terjemahannya, Thoha Putra Semarang, tahun  
               1989, hal. 13-14                                              
[2].Ibid, hal. 644
[3].Zulkarnain S,  Perkembangan  kurikulum Bahasa  Arab,  STAIN  Bengkulu,   tqhun    2007,
               hal. 4
[4]. Depertmen Agama, Op Cit, hal. 348
[5]. Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
[6]. File://C:/Documents %20 Settings)DELT@My% 20 Document. 4/16/2012, hal. 1
[7]. Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan metode pengajarannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
          Tahun, 2003, hal. 14
5.Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
                          

[9]. Ibid, hal.1
[10].Atang Abd. Hakim dan Jauih Mubarak, Metodologi Studi islam,Rosdakarya,bandung,
           tahun, 2008, hal.81
11.Ibid, hal. 82.
                   

[12]. AzharArsyad, Op Cit, hal.1
[13].Zulfan Syuhansyah, Sejarah Perkembangan Bahasa Arab, (Online), http://djohar 1962.
         blogspot. com/2009/04/sejarah-perkembangan- bahasa-arab.html, di akses,
         14 April 2012
         
                          
              

[14]. Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, tahun 2000, hal. 133
                Hal.2
[16] Ahmad Fuad Effendi, Peta Pelajaran Bahasa Arab di Indonesia, dalam Jurnal Bahasa dan Seni,
               29 Oktober 2001, hal. 407
[17]. Loc Cit,

[18] .Marwan Saridjo dkk, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Dharma Bhakti, Jakarta,
               Tahun 1979, hal. 81.
[19]. Nazri Syukur, Op Cit, hal. 3
[20]. Azhar Arsyad, Op Cit, hal. 6
[21] .Depag RI, Op Cit, hal. 348
[22].Loc Cit,
[23]. Ibid. hal. 375
[24]. Ibid, hal. 813
[25] .Nurcholis Madjid dalam Azhar Arsyad, Op Cit, hal. xix
[26]. Ibid, hal. xx
[27] .loc Cit.
[28]. Azhar Arsyad, Op Cit, hal.11-13
[29].Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, jilid I, (terj.Ali Audah), Tintamas, Jakarta, tahun 1972,
               Hal.84.
[30].Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, tahun 2000, hal.23.
[31].Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, (terj. M.Rosjidi, Bulan Bintang, Jakarta, tahun
              1980, hal. 53
[32]. Zuhairini dkk, Op Cit, hal 34
[33].Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Hidakarya Agung, Jakarta, tahun 1981, hal.33
[34]. Ibid, hal. 41
[35] .Ibid, ha. 42,
[36]. Ibid hal. 43.
[37].Zuhairini dkk, Op Cit, 94-99
[38]. Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarak, Opcit, hal.143
[39].Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis, Hijri Pustaka Utama, Jakarta, tahun 201, hal. 18
[40]. Ibid, hal. 50
[41]. Ibid, hal. 72
[42]. Ibid, hal. 144
[43]. Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarak, Op cit, hal. 160.
[44]. Ibid, hal. 157.
[45]. Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai aspek (I), UI-Press, Jakarta, tahun 1985, hal.76
[46]. Zulfan Syuhansyah, Op Cit, hal. 2
[47].Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara jejak Intelektual Arsitek Pesantren, Kencana,
               Jakarta, tahun 2006, hal. 128.
[48]. Ibid, hal. 164.
[49].Loc Cit
[50]. Zulfan Syuhansyah, Op Cit, hal. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar